Rabu, 30 November 2011

Kiamat (suku maya/planet x Nibiru)

Pada manuskrip peninggalan suku Maya (Mayan Prophecy) yang tinggal di selatan Meksiko atau Guatemala yang dikenal menguasai ilmu Falak, disebutkan bahwa kiamat akan terjadi pada 21 Desember 2012. Disebutkan juga pada waktu itu akan muncul gelombang galaksi yang besar-besaran sehingga mengakibatkan terhentinya semua kegiatan di muka Bumi ini. Ramalan akan adanya kiamat pada 2012 dari suku Maya sebenarnya belum diketahui dasar perhitungannya, tetapi isu ini sudah menyebar luas lewat media Internet.
Mengutip tulisan di langitselatan.com “berakhirnya kalender Maya di 21 Desember 2012 itu lebih disebabkan oleh berakhirnya siklus kalender, yang disebabkan oleh “kehabisan angka”. Sistem Kalender Maya berbasiskan pada bilangan 20 (bi-desimal) , berbeda dengan kalender lainnya yang berbasiskan bilangan 10 (desimal). Dengan metode penulisan 0.0.0.0.0 dan hobi-nya suku Maya dengan siklus 13 dan 20 serta start kalender Maya ini ekivalen dengan 11 Agustus 3114 BCE, maka posisi 13.0.0.0.0 sebagai angka terbesar dalam kalender Maya ini akan ekivalen dengan 21 Desember 2012. Nah setelah 13.0.0.0.0 ini terlampaui, kalender Maya tidak mengenal angka 13.0.0.0.1 atau yang lebih besar, karena akan kembali ke posisi 0.0.0.0.1 alias angka paling kecil. Inilah yang dimaksud dengan “kehabisan angka” tadi. jadi, satu hari setelah 21 Desember 2012 itu, atau pada 22 Desember 2012, kalender Maya memulai siklus barunya dengan angka 0.0.0.0.1”.
Belum lagi hipotesis planet Nibiru yang hanya sebatas isu yang tak pernah bisa dibuktikan secara ilmiah terus berhembus kencang. Jadi, dari mana Nibiru ini berasal? Dari beberapa sumber terpercayanya om google :idea: , pada tahun 1976, sebuah buku kontroversial berjudul The Twelfth Planet atau Planet Kedua belas ditulis oleh Zecharian Sitchin. Sitchin telah menerjemahkan tulisan-tulisan kuno Sumeria yang berbentuk baji (bentuk tulisan yang diketahui paling kuno). Tulisan berumur 6.000 tahun ini mengungkapkan bahwa ras alien yang dikenal sebagai Anunnaki dari planet yang disebut Nibiru, mendarat di Bumi. Ringkas cerita, Anunnaki memodifikasi gen primata di Bumi untuk menciptakan homo sapiens sebagai budak mereka.Ketika Anunnaki meninggalkan Bumi, mereka membiarkan kita memerintah Bumi ini hingga saatnya mereka kembali nanti. Semua ini mungkin tampak sedikit fantastis, dan mungkin juga sedikit terlalu detail jika mengingat semua ini merupakan terjemahan harfiah dari suatu tulisan kuno berusia 6.000 tahun. Pekerjaan Sitchin ini telah diabaikan oleh komunitas ilmiah sebagaimana metode interpretasinya dianggap imajinatif. Meskipun demikian, banyak juga yang mendengar Sitchin, dan meyakini bahwa Nibiru (dengan orbitnya yang sangat eksentrik dalam mengelilingi Matahari) akan kembali pada tahun 2012 untuk menyebabkan semua kehancuran dan terror-teror di Bumi ini.
Potensi terbesar yang bakalan terjadi menurut Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)adalah badai Matahari, dimana secara siklusnya pada rentang waktu 2011-2012 sunspot number Matahari memang mencapai puncaknya dan berkorelasi langsung dengan tingginya semburan proton energetik dari permukaan Matahari ke segala arah. Prediksi ini berdasar pada pemantauan pusat pemantau cuaca antariksa di berbagai negara maju yang sudah dilakukan sejak tahun 1960-an dan Indonesia oleh LAPAN telah dilakukan sejak tahun 1975. Model – model matematis yang dikembangkan NASA menyebut badai Matahari ini akan menyamai peristiwa Carrington 1989 silam, dengan efek yang merusak terhadap sistem telekomunikasi, satelit dan kelistrikan. Sebagai gambaran, badai Matahari 1989 (yang kekuatannya mampu membelokkan arah jarum kompas hingga 7 derajat dari magnetic north) mengakibatkan kerusakan pada trafo listrik Ontario Hydro dan menyebabkan sebagian AS dan Kanada mengalami mati listrik hingga 9 jam. Dan dalam badai Matahari 2011-2012 (yang diperkirakan mampu membelokkan arah jarum kompas hingga 15 – 20 derajat), tentunya kerusakan itu bisa menjangkau daerah yang lebih jauh.
Kesimpulannya, Kapan Kiamat? :???: Hanya Allah SWT yang mengetahuinya. Sebagai Muslim, kita hanya yakin bahwa hari kiamat sudah pasti akan datang. Itulah contoh hasil pemikiran manusia yang lupa tidak mendasarkan pada iman dulu tetapi pada logika berpikir. Biarkan kekonyolan bangsa Maya di Guatemala, mitos planet Nibiru ala kaum babilonia kuno, serta prediksi LAPAN itu merebak. Tentang waktu, kapan kiamat terjadi, ummat Islam hanya diberi “sign”, berupa tanda2 datangnya kiamat. Bila tanda-tanda sudah ada, maka hari yang dimaksud memang sudah dekat. Tetapi tepatnya kapan, kembali ke konsep dasar, Umat Islam tidak ada yang boleh menyebut waktu, baik hari, tanggal, bulan maupun tahun.

Jenis-jenis astronomi

Cara menggunakan Peralatan bermacam-macam yaitu:
Astronomi radio,inframerah,optikal,dan ultra ungu


Astronomi radio

Observatorium Very Large Array (VLA) di New Mexico, AS: contoh teleskop radio
Astronomi observasional jenis ini mengamati radiasi dengan panjang gelombang yang lebih dari satu milimeter (perkiraan).[35] Berbeda dengan jenis-jenis lainnya, astronomi observasional tipe radio mengamati gelombang-gelombang yang bisa diperlakukan selayaknya gelombang, bukan foton-foton yang diskrit. Dengan demikian pengukuran fase dan amplitudonya relatif lebih gampang apabila dibandingkan dengan gelombang yang lebih pendek.[35]
Gelombang radio bisa dihasilkan oleh benda-benda astronomis melalui pancaran termal, namun sebagian besar pancaran radio yang diamati dari Bumi adalah berupa radiasi sinkrotron, yang diproduksi ketika elektron-elektron berkisar di sekeliling medan magnet.[35] Sejumlah garis spektrum yang dihasilkan dari gas antarbintang (misalnya garis spektrum hidrogen pada 21 cm) juga dapat diamati pada panjang gelombang radio.[7][35]
Beberapa contoh benda-benda yang bisa diamati oleh astronomi radio: supernova, gas antarbintang, pulsar, dan inti galaksi aktif (AGN - active galactive nucleus).[7][35]

[sunting] Astronomi inframerah

Astronomi inframerah melibatkan pendeteksian beserta analisis atas radiasi inframerah (radiasi di mana panjang gelombangnya melebihi cahaya merah). Sebagian besar radiasi jenis ini diserap oleh atmosfer Bumi, kecuali yang panjang gelombangnya tidak berbeda terlampau jauh dengan cahaya merah yang tampak. Oleh sebab itu, observatorium yang hendak mengamati radiasi inframerah harus dibangun di tempat-tempat yang tinggi dan tidak lembab, atau malah di ruang angkasa.
Spektrum ini bermanfaat untuk mengamati benda-benda yang terlalu dingin untuk memancarkan cahaya tampak, misalnya planet-planet atau cakram-cakram pengitar bintang. Apabila radiasinya memiliki gelombang yang cenderung lebih panjang, ia dapat pula membantu para astronom mengamati bintang-bintang muda pada awan-awan molekul dan inti-inti galaksi — sebab radiasi seperti itu mampu menembus debu-debu yang menutupi dan mengaburkan pengamatan astronomis.[36] Astronomi inframerah juga bisa dimanfaatkan untuk mempelajari struktur kimia benda-benda angkasa, karena beberapa molekul memiliki pancaran yang kuat pada panjang gelombang ini. Salah satu kegunaannya yaitu mendeteksi keberadaan air pada komet-komet.[37]

[sunting] Astronomi optikal

Teleskop Subaru (kiri) dan Observatorium Keck (tengah) di Mauna Kea, keduanya contoh observatorium yang bisa mengamati baik cahaya tampak atau cahaya hampir-inframerah. Di kanan adalah Fasilitas Teleskop Inframerah NASA, yang hanya beroperasi pada panjang gelombang hampir-inframerah.
Dikenal juga sebagai astronomi cahaya tampak, astronomi optikal mengamati radiasi elektromagnetik yang tampak oleh mata telanjang manusia. Oleh sebab itu, ini merupakan cabang yang paling tua, karena tidak memerlukan peralatan.[38] Mulai dari penghujung abad ke-19 sampai kira-kira seabad setelahnya, citra-citra astronomi optikal memakai teknik fotografis, namun sebelum itu mereka harus digambar menggunakan tangan. Dewasa ini detektor-detektor digitallah yang dipergunakan, terutama yang memakai CCD (charge-coupled devices, peranti tergandeng-muatan).
Cahaya tampak sebagaimana diketahui memiliki panjang dari 4.000 Å sampai 7.000 Å (400-700 nm).[38] Namun demikian, alat-alat pengamatan yang dipakai untuk mengamati panjang gelombang demikian dipakai pula untuk mengamati gelombang hampir-ultraungu dan hampir-inframerah.

[sunting] Astronomi ultraungu

Ultraungu yaitu radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang lebih kurang 100 sampai 3.200 Å (10-320 nm).[35] Cahaya dengan panjang seperti ini diserap oleh atmosfer Bumi, sehingga untuk mengamatinya harus dilakukan dari lapisan atmosfer bagian atas, atau dari luar atmosfer (ruang angkasa). Astronomi jenis ini cocok untuk mempelajari radiasi termal dan garis-garis spektrum pancaran dari bintang-bintang biru yang bersuhu sangat tinggi (klasifikasi OB), sebab bintang-bintang seperti itu sangat cemerlang radiasi ultraungunya — penelitian seperti ini sering dilakukan dan mencakup bintang-bintang yang berada di galaksi-galaksi lain. Selain bintang-bintang OB, benda-benda langit yang kerap diamati melalui astronomi cabang ini antara lain nebula-nebula planet, sisa-sisa supernova, atau inti-inti galaksi aktif. Diperlukan penyetelan yang berbeda untuk keperluan seperti demikian sebab cahayanya mudah tertelan oleh debu-debu antarbintang.[35]

Selasa, 29 November 2011

Sejarah

Pada awalnya, astronomi hanya melibatkan pengamatan beserta prediksi atas gerak-gerik benda-benda langit yang terlihat dengan mata telanjang. Pada beberapa situs seperti Stonehenge, peradaban-peradaban awal juga menyusun artifak-artifak yang diduga memiliki kegunaan astronomis. Observatorium-observatorium purba ini jamaknya bertujuan seremonial, namun dapat juga dimanfaatkan untuk menentukan musim, cuaca, dan iklim — sesuatu yang wajib diketahui apabila ingin bercocok tanam — atau memahami panjang tahun.[8]
Sebelum ditemukannya peralatan seperti teleskop, penelitian harus dilakukan dari atas bangunan-bangunan atau dataran yang tinggi, semua dengan mata telanjang. Seiring dengan berkembangnya peradaban, terutama di Mesopotamia, Cina, Mesir, Yunani, India, dan Amerika Tengah, orang-orang mulai membangun observatorium dan gagasan-gagasan mengenai sifat-sifat semesta mulai ramai diperiksa. Umumnya, astronomi awal disibukkan dengan pemetaan letak-letak bintang dan planet (sekarang disebut astrometri), kegiatan yang akhirnya melahirkan teori-teori tentang pergerakan benda-benda langit dan pemikiran-pemikiran filosofis untuk menjelaskan asal-usul Matahari, Bulan, dan Bumi. Bumi kemudian dianggap sebagai pusat jagat raya, sedang Matahari, Bulan, dan bintang-bintang berputar mengelilinginya; model semacam ini dikenal sebagai model geosentris, atau sistem Ptolemaik (dari nama astronom Romawi-Mesir Ptolemaus).[9]
Jam matahari Yunani, dari Ai-Khanoum (sekarang di Afghanistan), abad 3-2 SM.
Dimulainya astronomi yang berdasarkan perhitungan matematis dan ilmiah dulu dipelopori oleh orang-orang Babilonia.[10] Mereka menemukan bahwa gerhana bulan memiliki sebuah siklus yang teratur, disebut siklus saros.[11] Mengikuti jejak astronom-astronom Babilonia, kemajuan demi kemajuan kemudian berhasil dicapai oleh komunitas astronomi Yunani Kuno dan negeri-negeri sekitarnya. Astronomi Yunani sedari awal memang bertujuan untuk menemukan penjelasan yang rasional dan berbasis fisika untuk fenomena-fenomena angkasa.[12] Pada abad ke-3 SM, Aristarkhos dari Samos melakukan perhitungan atas ukuran Bumi serta jarak antara Bumi dan Bulan, dan kemudian mengajukan model Tata Surya yang heliosentris — pertama kalinya dalam sejarah. Pada abad ke-2 SM, Hipparkhos berhasil menemukan gerak presesi, juga menghitung ukuran Bulan dan Matahari serta jarak antara keduanya, sekaligus membuat alat-alat penelitian astronomi paling awal seperti astrolab.[13] Mayoritas penyusunan rasi bintang di belahan utara sekarang masih didasarkan atas susunan yang diformulasikan olehnya melalui katalog yang waktu itu mencakup 1.020 bintang.[14] Mekanisme Antikythera yang terkenal (ca. 150-80 SM) juga berasal dari periode yang sama: komputer analog yang digunakan untuk menghitung letak Matahari/Bulan/planet-planet pada tanggal tertentu ini merupakan barang paling kompleks dalam sejarah sampai abad ke-14, ketika jam-jam astronomi mulai bermunculan di Eropa.[15]
Di Eropa sendiri selama Abad Pertengahan astronomi sempat mengalami kebuntuan dan stagnansi. Sebaliknya, perkembangan pesat terjadi di dunia Islam dan beberapa peradaban lainnya, ditandai dengan dibangunnya observatorium-observatorium di belahan dunia sana pada awal abad ke-9.[16][17][18] Pada tahun 964, astronom Persia Al-Sufi menemukan Galaksi Andromeda (galaksi terbesar di Grup Lokal) dan mencatatnya dalam Book of Fixed Stars (Kitab Suwar al-Kawakib).[19] Supernova SN 1006, ledakan bintang paling terang dalam catatan sejarah, berhasil diamati oleh astronom Mesir Ali bin Ridwan dan sekumpulan astronom Cina yang terpisah pada tahun yang sama (1006 M). Astronom-astronom besar dari era Islam ini kebanyakan berasal dari Persia dan Arab, termasuk Al-Battani, Tsabit bin Qurrah, Al-Sufi, Ibnu Balkhi, Al-Biruni, Al-Zarqali, Al-Birjandi, serta astronom-astronom dari observatorium-observatorium di Maragha dan Samarkand. Melalui era inilah nama-nama bintang yang berdasarkan bahasa Arab diperkenalkan.[20][21] Reruntuhan-reruntuhan di Zimbabwe Raya dan Timbuktu[22] juga kemungkinan sempat memiliki bangunan-bangunan observatorium[23] — melemahkan keyakinan sebelumnya bahwa tidak ada pengamatan astronomis di daerah sub-Sahara sebelum era kolonial.[24][25][26][27]

[sunting] Revolusi ilmiah

Sketsa Bulan oleh Galileo. Melalui pengamatan, diketahui bahwa permukaan Bulan berbukit-bukit.
Pada Zaman Renaisans, Copernicus menyusun model Tata Surya heliosentris, model yang kemudian dibela dari kontroversi, dikembangkan, dan dikoreksi oleh Galileo dan Kepler. Galileo berinovasi dengan teleskop guna mempertajam pengamatan astronomis, sedang Kepler berhasil menjadi ilmuwan pertama yang menyusun secara tepat dan mendetail pergerakan planet-planet dengan Matahari sebagai pusatnya.[28] Meski demikian, ia gagal memformulasikan teori untuk menjelaskan hukum-hukum yang ia tuliskan, sampai akhirnya Newton (yang juga menemukan teleskop refleksi untuk pengamatan langit) menjelaskannya melalui dinamika angkasa dan hukum gravitasi.[29][28]
Seiring dengan semakin baiknya ukuran dan kualitas teleskop, semakin banyak pula penemuan-penemuan lebih lanjut yang terjadi. Melalui teknologi ini Lacaille berhasil mengembangkan katalog-katalog bintang yang lebih lengkap; usaha serupa juga dilakukan oleh astronom Jerman-Inggris Herschel dengan memproduksi katalog-katalog nebula dan gugusan. Pada tahun 1781 ia menemukan planet Uranus, planet pertama yang ditemui di luar planet-planet klasik.[30] Pengukuran jarak menuju sebuah bintang pertama kali dipublikasikan pada 1838 oleh Bessel, yang pada saat itu melakukannya melalui pengukuran paralaks dari 61 Cygni.[31]
Abad ke-18 sampai abad ke-19 pertama diwarnai oleh penelitian atas masalah tiga-badan oleh Euler, Clairaut, dan D'Alembert; penelitian yang menghasilkan metode prediksi yang lebih tepat untuk pergerakan Bulan dan planet-planet. Pekerjaan ini dipertajam oleh Lagrange dan Laplace, sehingga memungkinkan ilmuwan untuk memperkirakan massa planet dan satelit lewat perturbasi/usikannya.[32] Penemuan spektroskop dan fotografi kemudian mendorong kemajuan penelitian lagi: pada 1814-1815, Fraunhoffer menemukan lebih kurang 600 pita spektrum pada Matahari, dan pada 1859 Kirchhoff akhirnya bisa menjelaskan fenomena ini dengan mengatribusikannya pada keberadaan unsur-unsur. Pada masa ini bintang-bintang dikonfirmasikan sebagai matahari-matahari lain yang lebih jauh letaknya, namun dengan perbedaan-perbedaan pada suhu, massa, dan ukuran.[20]
Baru pada abad ke-20 Galaksi Bima Sakti (di mana Bumi dan Matahari berada) bisa dibuktikan sebagai kelompok bintang yang terpisah dari kelompok-kelompok bintang lainnya. Dari pengamatan-pengamatan yang sama disimpulkan pula bahwa ada galaksi-galaksi lain di luar Bima Sakti dan bahwa alam semesta terus mengembang, sebab galaksi-galaksi tersebut terus menjauh dari galaksi kita.[33] Astronomi modern juga menemukan dan berusaha menjelaskan benda-benda langit yang asing seperti kuasar, pulsar, blazar, galaksi-galaksi radio, lubang hitam, dan bintang neutron. Kosmologi fisik maju dengan pesat sepanjang abad ini: model Dentuman Besar (Big Bang) misalnya, telah didukung oleh bukti-bukti astronomis dan fisika yang kuat (antara lain radiasi CMB, hukum Hubble, dan ketersediaan kosmologis unsur-unsur).

Sejarah Bosscha

“Lapangan politik kita kejar, lapangan ilmu pengetahuan kita kejar, agar supaya kita benar-benar dalam waktu yang singkat bisa bernama bangsa Indonesia yang besar!” — Santoso Nitisastro, 1965
Walaupun hanya secuil saya punya ketertarikan pada bidang astronomi atau Ilmu Falaq yang dikembangkan para ilmuwan muslim dahulu kala. Konsep keteraturan benda langit, malam dan siang, tata surya, jagat raya yang mengembang dan sebagainya telah tersurat dan tersirat dalam Al-Quran. Kaum Arab yang hidup di gurun secara turun temurun menggunakan keteraturan yang ada di langit sebagai navigasi perjalanan maupun petunjuk-petunjuk kejadian alam lainnya. Begitu juga dengan para pelaut-pelaut ulung baik dari Cina, Makassar dan bangsa Eropa, mereka menggunakan semua keteraturan benda langit sebagai navigasi utama.
Tanpa disadari kita hidup dalam keteraturan tersebut, keteraturan revolusi Bulan mengelilingi Bumi dijadikan sebagai dasar penanggalan Hijriyah bagi muslim atau penanggalan lunar lainnya seperti penanggalan Cina, dan kita pun hidup dalam penanggalan Masehi Gregorian yang dikembangkan kaum Kristen. Semua keteraturan tersebut bermanfaat bagi seluruh umat manusia.
Berwisata melihat langit tentunya bisa dilakukan sendiri atau beramai-ramai, dahulu rasanya di semua tempat selalu ada kegiatan menikmati malam terang bulan purnama dengan berbagai permainan masa kecil seperti Galah Asin (enaknya menjadi Ulung tapi ngos-ngosan menjaga garis paling depan, paling belakang dan garis tengah), Jeblag Panto, Sondah, hingga permainan untaian karet gelang; Sapintrong dan Loncat Tinggi.
Tak ada alat untuk melihat langit dengan teropong sebab teropong hanya dimiliki para ilmuwan atau mereka yang benar-benar berada. Jika anda suka menonton film tentunya ingat salah satu adegan munculnya teknologi teropong sederhana yang dideskripsikan secara komedi dalam film Robin Hood di adegan Azeem seorang muslim bangsa Moor dari Andalusia dengan Robin Locksley seorang crusader dari Inggris dengan menggunakan bongkahan kaca.
Observatorium Bosscha
Dalam bidang keilmuan kota Bandung beruntung memiliki Observatorium Bosscha di dataran tinggi Lembang dan dalam bidang wisata –saya sebut wisata langit– kota Jakarta beruntung memiliki sebuah planetarium di komplek Taman Ismail Marzuki. Meskipun bukan tempat wisata; observatorium Bosscha tetap menerima kunjungan publik untuk melihat langit melalui teropongnya walau dengan berbagai keterbatasan dan kekurangan karena hanya dirancang sebagai laboratorium penelitian.
Bosscha pasti di-blog sama Jay! — Hericz
Hari Sabtu yang lalu bersama 13 teman-teman Kampung Gajah kami menyempatkan berkunjung ke Observatorium Bosscha atas usul Hericz, yang kemudian dilanjutkan dengan menikmati susu murni di Lembang Kencana.
Observatorium Bosscha terletak di Lembang, sekitar 15 km ke arah Utara Bandung dengan koordinat geografis 107° 36′ BT – 6° 49′ LS. Lokasinya berada pada ketinggian 1.310m dari permukaan laut, atau pada ketinggian 630m dari plato Bandung (jika anda berangkat dari stasiun kereta api Bandung berarti anda mendaki setinggi 630m). Nama Observatorium Bosscha itu sendiri diambil dari nama sponsor utamanya, Karel Albert Rudolf Bosscha (1865-1928), seorang tuan tanah yang memiliki perkebunan teh di daerah Malabar. Wilayah Lembang dipilih karena kondisi geologis tanah yang stabil, terbukti sudah puluhan tahun bangunan dan teleskopnya masih berfungsi normal.
Teleskop refraktor ganda Zeiss di Bosscha
Observatorium utama Bosscha berbentuk bangunan lingkaran, kira-kira berjari-jari 7m dengan selasar sekitar satu setengah meter di sisi dalamnya. Bagian tengah dengan diameter 11m berbentuk panggung dengan pelat baja yang bisa naik turun kira-kira 4m. Tabung teleskop refraktor ganda buatan Carl Zeiss berdiameter 1, 5m ditopang oleh balok baja di ketinggian 5m. Di dalam tabung tersebut terdapat dua teleskop yang masing-masing lensanya berdiameter 60cm. Meskipun berukuran sangat besar tabung teleskop tersebut bisa digerakkan ke segala arah hanya dengan tangan.
Salah satu batasan dalam dunia optik adalah besarnya ukuran lensa yang bisa dibuat masih dalam ukuran sekitar satu meter. Bentuk lensa yang cembung mengakibatkan lensa sangat berat di tengahnya, hingga sulit dibuat lebih besar lagi karena pinggiran lensa tak akan kuat menahan beban bagian tengah lensa. Mungkin suatu saat ditemukan aluminium transparan seperti pada sains fiksi di film Star Trek: The Voyage Home.
Teleskop refraktor ganda Zeiss ini dirakit di tempat selama pembangunan bangunan lingkaran tersebut dari tahun 1923 hingga tahun 1928, dikelola oleh Nederlandsch-Indische Sterrenkundige Vereeniging dan kini dikelola oleh Insitut Teknologi Bandung sejak ITB resmi berdiri di tahun 1959. Di ketinggian 5m bangunan ditutup dengan kubah bercelah yang bisa berputar 360°, jadi teleskop bisa digunakan untuk melihat langit horison ke segala arah dan celah kubah untuk melihat ketinggian langit dari horisontal hingga tegak vertikal menatap langit. Awalnya kubah diputar secara manual dengan tangan, kini sudah menggunakan motor listrik, begitu juga dengan pelat lantainya.
Komplek Observatorium Bosscha tidak hanya milik Bandung, tetapi juga milik dunia sebab sedikit observatorium langit berada di belahan bumi selatan, observatorium lainnya lebih banyak di belahan bumi utara seperti di Amerika atau Eropa. Pengguna observatorium ini tidak hanya para ilmuwan dan akademisi lokal, tapi juga para peneliti dari mancanegara terutama yang berkepentingan untuk melihat wilayah langit selatan.
Selain teleskop Zeiss komplek Bosscha memiliki beberapa teropong lainnya yang bersifat portabel, antara lain:
* Teleskop Schmidt Bima Sakti
* Teleskop Refraktor Bamberg
* Teleskop Cassegrain GOTO
* Teleskop Refraktor Unitron